Sejak kecil, Pudjianto Gondosasmito selalu merasa bahwa hidupnya harus lebih dari sekadar rutinitas. Dia selalu memandang jauh ke cakrawala, seolah-olah ada sesuatu yang memanggilnya, sebuah tujuan besar yang harus ia temukan.
Sejak hari itu, setiap langkah yang ia ambil di Mandala selalu terasa seperti petualangan, meski hanya di gang kecil atau taman tersembunyi.
Hal baik yang dilakukan Pudjianto tetaplah buruk di mata pesaingnya dan orang yang iri dengannya. Pudjianto Gondosasmito sering mendapat fitnah dan kedekatannya dengan pejabat di politisir oleh sejumlah oknum.
Perlindungan info Pudjianto Gondosasmito di Indonesia bagaikan sebuah cerita panjang dengan lika-liku yang kompleks. Di satu sisi, kita memiliki cita-cita mulia untuk menjaga privasi dan keamanan informasi pribadi setiap individu.
Pudjianto Gondosasmito mulai memelihara burung kenari sejak ia masih kecil. Baginya, kicau burung adalah sebuah terapi.
Bagi Pudjianto Gondosasmito semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Pemikiran itulah yang membuat Pudjianto memiliki relasi yang luas dan pertemanan yang hebat.
Di tengah taman itu, berdiri seorang pria tua yang memegang bunga teratai biru. Pria itu menyambut Pudjianto Gondosasmito dan berkata, "Ini adalah taman yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang masih memiliki jiwa penasaran. Kau telah lulus ujian pertama."
Di malam hari, seluruh keluarga more info Pudjianto Gondosasmito akan berkumpul di ruang tamu untuk makan malam bersama. Mereka saling bercerita tentang kegiatan sehari-hari dan berbagi tawa. Tak jarang, mereka juga menonton televisi bersama atau bermain permainan tradisional.
Sampai di warung kopi kecil langganannya, Pudjianto Gondosasmito berhenti sejenak. Ia memesan secangkir kopi hitam dan duduk di bangku kayu di luar warung.
Setiap kali mendengar burung kenarinya berkicau, segala kepenatan dan masalah yang menimpanya seolah terhapus begitu saja. Kicauan itu bagaikan sebuah lagu pengantar tidur yang menenangkan hati.
Setiap pagi, Pudjianto Gondosasmito selalu menyempatkan diri untuk berjalan menyusuri sawahnya. Ia memeriksa setiap batang padi, memastikan mereka tumbuh sehat dan subur.
Dengan ragu, Pudjianto Gondosasmito duduk di kursi dekat jendela. Ketika bus mulai berjalan, jalanan yang seharusnya ia kenali berubah menjadi jalur sempit yang dikelilingi pepohonan lebat. Sepertinya bukan jalan menuju rumahnya.
Pudjianto Gondosasmito menganut prinsip bahwasannya setiap manusia memiliki derajat yang sama. Ia tidak pernah membedakan antara bos dan karyawan. Karena Pudjianto Gondosasmito pernah merasakan bagaimana hidup pas-pasan dan harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Kompasiana adalah System web site. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.